MULAI DARI SYUKUR

 BERSYUKUR

"Belajar Dari Kambing"


Bersyukur kadang terlihat mudah, tetapi ternyata tidak semua orang bisa memahami arti rasa syukur itu sendiri. Syukur terkait dengan nikmat.
Tanpa diminta nikmat itu sebenarnya sudah diterima sejak seseorang di mulai hidupnya. (Di lahirkan)
Nikmat itu bermacam-macam, baik berupa hidup itu sendiri,
kesehatan, rizki, kehormatan, kedudukan, kepercayaan, dan tentu masih banyak lagi lainnya.

Perintah agar manusia selalu bersyukur sedemikian banyak di dalam al Qur'an. Tapi memang hanya sedkit orang yang dapat bersyukur. Orang yang dapat bersyukur akan ditambah nikmatnya, sebaliknya orang yang kufur diancam dengan siksa di akhirat yang pedih kelak.
Akan tetapi juga begitu, dikaruniai nikmat berapapun banyaknya, seseorang tidak selalu mampu bersyukur, lupa akan rasa berterima kasih

Kemampuan bersyukur tidak terkait dengan jenjang pendidikan, usia, atau posisi seseorang di tengah masyarakat.

Tidak sedikit orang yang tidak berpendidikan tetapi pandai bersyukur dan sebaliknya, orang yang berpendidikan tertingi, malah ternyata tidak bersyukur.
Kemampuan bersyukur bisa saja diraih oleh orang yang tidak mengenal pendidikan dan atau tidak memiliki posisi apa-apa di tengah masyarakat.

Betapa sulitnya orang bersyukur, sehingga ada seorang alim ulama yang mengilustrasikannya melalui kisah sederhana tetapi jelas dan mengena. Dalam kisah itu disebutkan ada seorang yang sebenarnya sudah berhasil membangun rumah sekalipun berukuran kecil. Ketika awal rumah itu ditempati, semua keluarganya merasa senang menempati rumah kecil dan sederhana dimaksud. Akan tetapi, setelah anak-anaknya menginjak dewasa, dirasakan rumahnya itu sudah tidak mencukupi. Anak dan isterinya sehari-hari merasa sumpek dan usul, agar rumahnya diperluas.

Oleh karena tidak tersedia anggaran untuk memenuhi kemauan isteri dan anaknya tersebut, dalam suasana kebingungan, yang bersangkutan datang ke rumah alim ulama  untuk meminta nasehat.
Mengetahui kenyataan tersebut, pemuka agama dimaksud menyarankan agar pergi ke pasar membeli kambing dan pada waktu malam meletakkannya di rumah. Sedemikian percayanya pada alim ulama, dibelilah kambing dan pada waktu malam diletakkannya di rumah yang sudah dirasa sempit dimaksud.

Melihat keputusan kepala keluarga tersebut, maka isteri dan anaknya ribut. Suasana keluarga yang tidak menyenangkan tersebut diadukan kepada alim ulama yang telah memberi nasehat kepadanya.
Mendengar laporan itu, alim ulama menyarankan agar kambingnya ditambah.
Menyaksikan kambingnya ditambah, maka seluruh anggota keluarga semakin marah.
Suaminya dibilang gila dan atau tidak waras.
Rumah yang sempit masih ditambah beberapa ekor kambing.

Maka kembalilah ia ke rumah kyai, melaporkan keadaan rumah tangganya setelah kambingnya ditambah jumlahnya.
Disampaikan bahwa, keluarganya semakin ribut dan marah.
Namun laporan itu, alim ulama menyarankan agar semua kambingnya segera dijual semuanya dan segera melaporkan keadaan rumah tangganya kepadanya.

Setelah merasakan tidak ada kambing di rumahnya, maka ternyata seluruh keluarga merasakan nikmatnya.
Rumah dimaksud menjadi bersih dan tidak berbau.
Semua keluarganya merasa senang dan bahagia kembali.
Padahal rumahnya masih tetap berukuran kecil dan sederhana. Rupanya, sekedar agar bisa bersyukur, seseorang harus merasakan kesusahn terlebih dahulu.

Sekedar menjadi bersyukur ternyata tidak mudah.
Seseorang baru merasakan nikmat dan bisa bersyukur setelah melawati penderitaan yang mendalam.
Tanpa merasakan pengalaman itu, ternyata tidak mudah seseorang mampu berbuat syukur. Padahal ketika rasa syukur itu telah hilang, maka kehidupan ini tidak akan ada artinya apa-apa. Bahkan jika rasa syukur itu tidak dimiliki, nikmat tidak akan ditambah dan bahkan sebaliknya, kelak di akherat diancam dengan adzab yang pedih. Wallahu a'lam